Geologi indonesia
“ geologi
pulau sumatera “
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
TADULAKO
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pulau Sumatra, berdasarkan luas
merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut
ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas
dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang
melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif,
berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga
membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal
dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas dan landai dengan
pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat
Malaka, Selat
Bangka dan Laut
China Selatan.
Di bagian utara pulau Sumatra
berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan dengan Selat
Sunda. Pulau
Sumatra ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik sekunder yang lebat dengan tanah yang subur.
Gungng berapi yang tertinggi di Sumatra adalah Gunung
Kerinci di Jambi,
dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal yaitu Gunung
Leuser di
Nanggroe Aceh Darussalam dan Gunung
Dempo di
perbatasan Sumatra Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan
episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit
Barisan, yang
disebut Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang
lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di Indonesia, Danau
Toba terdapat di pulau Sumatra.
1.2 Rumusan Masalah
1. menjelaskan geologi pulau
sumatera.
2. menjelaskan tektonisme yang
ada di pulau sumatra.
3. bagaimanakah seisme yang
terjadi di pulau sumatera.
4. menjelaskan bentuk
vulakanisme di pulau sumatera.
1.3 Tujuan dan manfaat.
1. untuk mengetahui bentuk
geologi pulau sumatera.
2. agar dapat mengetahui
tektonisme, seisme, dan vulkanisme di pulau sumatera.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Geologi Pulau
Sumatera
Pulau Sumatra,
berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia.
Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra
atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa
puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan barisan
gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke
arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit
dengan pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur
pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan.
Di
bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan dengan Selat Sunda. Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik sekunder yang
lebat dengan tanah yang subur. Gunung berapi yang tertinggi di Sumatra adalah Gunung Kerinci di
Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal yaitu Gunung Leuser di Nanggroe Aceh Darussalam
dan Gunung Dempo di perbatasan Sumatra Selatan
dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi
disepanjang Bukit Barisan, yang
disebut Patahan Sumatra; dan
patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat
Sumatra. Danau terbesar di Indonesia, Danau Toba terdapat di pulau Sumatra.
Patahan Semangko
Patahan Semangko
adalah bentukan geologi yang membentang di Pulau Sumatera
dari utara ke selatan, dimulai dari Aceh hingga Teluk Semangka di
Lampung. Patahan inilah membentuk Pegunungan Barisan, suatu rangkaian dataran tinggi di sisi barat pulau
ini. Patahan Semangko berusia relatif muda dan paling mudah terlihat di daerah Ngarai Sianok dan
Lembah Anai di dekat Kota Bukittinggi.Patahan
ini merupakan patahan geser, seperti patahan San Andreas.Pulau Sumatera memiliki struktur geologi yang rumit
sebagai respon proses tektonikyang
berulang kali. Sesar-sesar mendatar berarah Baratlaut-Tenggara dan Utara-Selatan
dengan sedikit pergerakan naik menjadi struktur yang paling sering dijumpai
disertai dengan lipatan berarah Baratlaut-Tenggara serta Barat-Timur.
Sesar-sesar normal seringkali hadir sebagai pembentuk cekungan-cekungan
ekonomis di Sumatera sebagai hasil dari wrench faulting dari zona sesar
mendatar di bagian belakang busur volkanik. Pada saat ini, lempeng Samudera
Hindia masih menyusup ke bawah lempeng benua Eurasia dengan arah N 20o E dengan
kecepatan pergerakan 6 – 7 cm/tahun. Hal ini mengakibatkan masih sering terjadi
gempa tektonik di sepanjang pantai barat pulau Sumatera dan masih aktifnya
pegunungan di daerah busur volkanik Sumatera yang keduanya disebabkan oleh
subduksi antara dua lempeng. yang disebutkan diatas hal inilah yang menyebabkan
Pulau Sumatera berada dalam kondisi tektonik yang aktif.
Untuk
Indonesia sendiri patahan darat yang berpotensi terjadinya gempa darat antara
lain Patahan Sumatera/Patahan Semangko, Patahan Palu-Koro di Sulawesi, Patahan
Cimandiri, Patahan Lembang di Jawa, Patahan Sorong di Papua.
Secara
garis besar, Pulau Sumatera terbagi menjadi beberapa geologi regional sumatera
yang dalam makalah ini akan dicoba untuk dibahas satu persatu setiap geologi
regional itu.
Dalam
pembahasan kali ini, akan dijelaskan mengenai Geologi Regional Sumbar, Geologi
Regional Sumteng dan Sumatera Selatan.
a. Kondisi Geologi Sumbar
Data
geologi daerah Provinsi Sumatera Barat merupakan hasil kompilasi/perpaduan dari
beberapa peta geologi sekala 1 : 250.000 yang \ diterbitkan oleh Pusat Survey
Geologi (Badan Geologi), peta geologi tersebut antara lain adalah lembar Pulau
Telu – Muara Sikabaluan (0615 - 0614); lembar Lubuk Sikaping (0716); lembar Painan
- Muara Siberut (0814 - 0714); lembar Sikakap - Burisi (0713 – 0712); lembar
Sungai Penuh (0813); lembar Padang (0715) dan lembar Solok (0815).
Penyederhanaan
geologi didasarkan pada pengelompokan umur dan jenis batuan, sehingga geologi
Prov. Sumatera Barat dari kelompok umur paling tua ke muda dapat diuraikan sbb.
Struktur yang berkembang di Provinsi Sumatera Barat
adalah struktur perlipatan (antiklinorium) dan struktur sesar dengan arah umum
baratlaut – tenggara, yang mengikuti struktur regional P. Sumatera. Kondisi
stratigrafi dari struktur geologi sumatera barat adalah sebagai berikut.
- Kelompok Pra Tersier : kelompok ini mencakup masa Paleozoikum – Mesozoikum, dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok batuan melange, kelompok batuan malihan; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan.
- Kelompok batuan ultrabasa Pra Tersier disusun oleh batuan harzburgit, dunit, serpentinit, gabro dan basalt.
- Kelompok Melange Pra Tersier merupakan kelompok batuan campur aduk yang disusun oleh batuhijau, graywake, tufa dan batugamping termetakan, rijang aneka warna. Kelompok batuan malihan Pra Tersier disusun oleh batuan sekis, filit, kwarsit, batusabak, batugamping termetakan.
- Kelompok batuan sedimen Pra Tersier yang didominasi oleh batugamping hablur sedangkan kelompok batuan terobosan Pra Tersier disusun oleh granit, diorit, granodiorit, porfiri kuarsa, diabas dan basalt.
- Kelompok transisi Pra Tersier – Tersier Bawah yang merupakan kelompok batuan terobosan yang terdiri dari batuan granodiorit dan granit.
- Kelompok Tersier dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok batuan melange; kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan. Kelompok batuan ultrabasa Tersier disusun oleh batuan serpentinit, piroksenit dan dunit.
- Kelompok batuan melang Tersier yang merupakan batuan campur aduk disusun oleh graywake, serpih, konglomerat, batupasir kwarsa, arkose, serpentinit, gabro, lava basalt dan batusabak.
- Kelompok batuan sedimen Tersier disusun oleh konglomerat, aglomerat, batulanau, batupasir, batugamping, breksi dan napal.
- Kelompok batuan gunungapi Tersier disusun oleh batuan gunungapi bersifat andesitik-basaltik, lava basalt sedangkan kelompok batuan terobosan Tersier terdiri dari granit, granodiorit, diorit, andesit porfiritik dan diabas.
- Kelompok transisi Tersier – Kwarter (Plio-Plistosen) dapat dipisahkan menjadi kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan.
- Kelompok batuan sedimen Plio-Plistosen disusun oleh konglomerat polimik, batupasir, batulanau dan perselingan antara napal dan batupasir.
- Kelompok batuan gunungapi Plio-Plistosen disusun oleh batuan gunungapi andesitik-basaltik, tufa, breksi dan endapan lahar sedangkan kelompok batuan terobosan Plio-Plistosen terdiri dari riolit afanitik, retas basalt dan andesit porfir.
- Kelompok Kwarter dipisahkan menjadi kelompok batuan sedimen; batuan gunungapi dan aluvium.
b. Kondisi Geologi Sumteng (Cekungan Sumatera Tengah)
Tektonik
Regional, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier
penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya,
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan belakang busur.
Cekungan
Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara, dimana pembentukannya
dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah lempeng Asia
(gambar 1). Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang
tersusun oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh
paparan Sunda. Batas tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang
sekaligus memisahkan Cekungan Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan.
Adapun batas cekungan sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang memisahkan
Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara
Proses
subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di bagian bawah
cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas dan diapir-diapir
magma dengan produk magma yang dihasilkan terutama bersifat asam, sifat magma
dalam dan hipabisal. Selain itu, terjadi juga aliran panas dari mantel ke arah
atas melewati jalur-jalur sesar. Secara keseluruhan, hal-hal tersebutlah yang
mengakibatkan tingginya heat flow di daerah cekungan Sumatra tengah
(Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995).
Faktor
pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah
adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng yang
miring dari arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong
dextral wrenching stress di Cekungan Sumatra tengah (Wibowo, 1995). Hal ini
dicerminkan oleh bidang sesar yang curam yang berubah sepanjang jurus
perlapisan batuan, struktur sesar naik dan adanya flower structure yang
terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur (gambar
3). Selain itu, terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan
penebalan sedimen terjadi pada bagian yang naik (inverted) (Shaw et al.,
1999).
Struktur
geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama dengan
cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa
struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam
Wibowo, 1995). Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih
dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara.
c. Kondisi Geologi Sumsel ( Cekungan Sumatera Selatan)
Wilayah
Nusantara dikenal mempunyai 62 cekungan yang diisi oleh batuan sedimen berumur
Tersier. Sekitar 40 % dari seluruh cekungan berada di daratan (onshore). Ke 62 cekungan
tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku dan Papua. Cekungan berumur Pratersier kebanyakan ditemukan di wilayah
Indonesia Bagian Timur, dan kebanyakan sulit ditarik batasnya dengan cekungan
berumur Tersier, karena umumnya ditindih (overlain) oleh cekungan berumur
Tersier.
Hampir
semua cekungan batuan sedimen di Indonesia sangat berpotensi mengandung sumber
daya migas, batubara dan serpih minyak (oil shale). Namun, batasan stratigrafi,
sedimentologi, tektonik & struktur maupun dinamika cekungan semua formasi
pembawa potensi sumber daya belum terakomodasi dan tergambar dalam bentuk
atlas.
Geologi
Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan
erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara
hingga timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman
lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa.
Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zone interaksi
tersebut turut bergerak dan menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk
dan arah. Penunjaman lempeng Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi keadaan
batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik
lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur
belakang.
Cekungan
Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan (depression) yang dikelilingi
oleh tinggian-tinggian batuan Pratersier. Pengangkatan Pegunungan Barisan
terjadi di akhir Kapur disertai terjadinya sesar-sesar bongkah (block
faulting). Selain Pegunungan Barisan sebagai pegunungan bongkah (block
mountain) beberapa tinggian batuan tua yang masih tersingkap di permukaan
adalah di Pegunungan Tigapuluh, Pegunungan Duabelas, Pulau Lingga dan Pulau
Bangka yang merupakan sisa-sisa tinggian "Sunda Landmass", yang
sekarang berupa Paparan Sunda. Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga
kali proses orogenesis, yaitu yang pertama adalah pada Mesozoikum Tengah, kedua
pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal dan yang ketiga pada Plio-Plistosen.
Orogenesis Plio-Plistosen menghasilkan kondisi struktur geologi seperti
terlihat pada saat ini. Tektonik dan struktur geologi daerah Cekungan Sumatera
Selatan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu, Zone Sesar Semangko, zone
perlipatan yang berarah baratlaut-tenggara dan zona sesar-sesar yang
berhubungan erat dengan perlipatan serta sesar-sesar Pratersier yang mengalami
peremajaa.
Secara
fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah barat
laut – tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah
barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah
tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan
Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan
Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah.
Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake,
1989)
Tektonik
Regional, Blake (1989) menyebutkan bahwa
daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur
Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda
(sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah
cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah
barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur
oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh
Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Menurut
Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama Awal Tersier
(Eosen – Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai reaksi
sistem penunjaman menyudut antara lempeng Samudra India di bawah lempeng Benua
Asia.
Menurut
De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode
orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan
yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan
Orogenesa Plio – Plistosen.
Episode
pertama, endapan – endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa, terlipat dan
terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta
telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam
Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut –
tenggara yang berupa sesar – sesar geser.
Episode
kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak – gerak
tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara
– selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan
batuan – batuan Pra – Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua
yang mengontrol pembentukan Formasi Pra – Talang Akar.
Episode
ketiga berupa fase kompresi pada Plio – Plistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur
perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada
periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang
menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit
Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai
sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga
sesar – sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir
sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang
terjadi pada Plio – Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut –
tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut – barat daya dan barat
laut – tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik,
sesar mendatar dan sesar normal.
2.2
Tektonik Pulau Sumatera.
Pulau Sumatera dicirikan oleh tiga sistem tektonik.
Berurutan dari barat ke timur adalah sebagai berikut: zona subduksi oblique
dengan sudut penunjaman yang landai, sesar Mentawai dan zona sesar besar
Sumatera. Zona subduksi di Pulau Sumatera, yang sering sekali menimbulkan gempa
tektonik, memanjang membentang sampai ke Selat Sunda dan berlanjut hingga
selatan Pulau Jawa. Subsuksi ini mendesak lempeng Eurasia dari bawah Samudera
Hindia ke arah barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa,
dengan kecepatan pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga ratusan tahun, dua
lempeng itu saling menekan. Namun lempeng Indo-Australia dari selatan bergerak
lebih aktif. Pergerakannya yang hanya beberapa millimeter hingga beberapa
sentimeter per tahun ini memang tidak terasa oleh manusia. Karena dorongan
lempeng Indo-Australia terhadap bagian utara Sumatera kecepatannya hanya 5,2 cm
per tahun, sedangkan yang di bagian selatannya kecepatannya 6 cm per tahun.
Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera yang miring posisinya ini lebih
cepat dibandingkan dengan penyusupan lempeng di selatan Jawa.
Kerangka
Tektonik Pulau Sumatra
Pulau
Sumatra terletak di baratdaya dari Kontinen Sundaland dan merupakan
jalur konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah
barat Lempeng Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan
subduksi sepanjang Palung Sunda dan pergerakan lateral menganan dari Sistem
Sesar Sumatra.
Subduksi
dari Lempeng Hindia-Australia dengan batas Lempeng Asia pada masa Paleogen
diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk Sumatra searah
jarum jam. Perubahan posisi Sumatra yang sebelumnya berarah E-W menjadi SE-NW
dimulai pada Eosen-Oligosen. Perubahan tersebut juga mengindikasikan
meningkatnya pergerakan sesar mendatar Sumatra seiring dengan rotasi. Subduksi oblique
dan pengaruh sistem mendatar Sumatra menjadikan kompleksitas regim stress
dan pola strain pada Sumatra (Darman dan Sidi, 2000). Karakteristik
Awal Tersier Sumatra ditandai dengan pembentukkan cekungan-cekungan belakang
busur sepanjang Pulau Sumatra, yaitu Cekungan Sumatra Utara, Cekungan Sumatra
Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan (Gambar Diatas).
Pulau
Sumatra diinterpretasikan dibentuk oleh kolisi dan suturing dari
mikrokontinen di Akhir Pra-Tersier (Pulunggono dan Cameron, 1984; dalam Barber
dkk, 2005). Sekarang Lempeng Samudera Hindia subduksi di bawah Lempeng Benua
Eurasia pada arah N20°E dengan rata-rata pergerakannya 6 – 7 cm/tahun.
Konfigurasi cekungan pada daerah Sumatra berhubungan langsung dengan kehadiran
dari subduksi yang menyebabkan non-volcanic fore-arc dan volcano-plutonik
back-arc. Sumatra dapat dibagi menjadi 5 bagian (Darman dan Sidi, 2000):
- Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan fore-arc Sunda dan yang memisahkan dari lereng trench.
- Cekungan Fore-arc Sunda, terbentang antara akresi non-vulkanik punggungan outer-arc dengan bagian di bawah permukaan dan volkanik back-arc Sumatra.
- Cekungan Back-arc Sumatra, meliputi Cekungan Sumatra Utara, Tengah, dan Selatan. Sistem ini berkembang sejalan dengan depresi yang berbeda pada bagian bawah Bukit Barisan.
- Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama pada Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik.
- Intra-arc Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-arc dan back-arc basin.
Struktur Utama Cekungan Sumatra Selatan
Menurut
Salim dkk (1995) Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan belakang busur
karena berada di belakang Pegunungan Barisan sebagai volcanic-arc-nya.
Cekungan ini berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi
antara Paparan Sunda sebagai bagian dari Lempeng Kontinen Asia dan Lempeng
Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2,
bagian barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah
timur oleh Paparan Sunda (Sundaland), sebelah barat dibatasi oleh
Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Menurut
Suta dan Xiaoguang (2005; dalam Satya, 2010) perkembangan struktur maupun
evolusi cekungan sejak Tersier merupakan hasil interaksi dari ketiga arah
struktur utama yaitu, berarah timurlaut-baratdaya atau disebut Pola Jambi,
berarah baratlaut-tenggara atau disebut Pola Sumatra, dan berarah utara-selatan
atau disebut Pola Sunda. Hal inilah yang membuat struktur geologi di daerah
Cekungan Sumatra Selatan lebih kompleks dibandingkan cekungan lainnya di Pulau
Sumatra. Struktur geologi berarah timurlaut-baratdaya atau Pola Jambi sangat
jelas teramati di Sub-Cekungan Jambi. Terbentuknya struktur berarah
timurlaut-baratdaya di daerah ini berasosiasi dengan terbentuknya sistem graben
di Cekungan Sumatra Selatan. Struktur lipatan yang berkembang pada Pola Jambi
diakibatkan oleh pengaktifan kembali sesar-sesar normal tersebut pada periode
kompresif Plio-Plistosen yang berasosiasi dengan sesar mendatar (wrench
fault). Namun, intensitas perlipatan pada arah ini tidak begitu kuat.
Pola
Sumatra sangat mendominasi di daerah Sub-Cekungan Palembang (Pulunggono dan
Cameron, 1984). Manifestasi struktur Pola Lematang saat ini berupa perlipatan
yang berasosiasi dengan sesar naik yang terbentuk akibat gaya kompresi
Plio-Pleistosen. Struktur geologi berarah utara-selatan atau Pola Sunda juga
terlihat di Cekungan Sumatra Selatan. Pola Sunda yang pada awalnya
dimanifestasikan dengan sesar normal, pada periode tektonik Plio-Pleistosen
teraktifkan kembali sebagai sesar mendatar yang sering kali memperlihatkan pola
perlipatan di permukaan.
Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra
Peristiwa
Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra dan Cekungan Sumatra
Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) adalah:
Fase
kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur. Tektonik ini
menghasilkan sesar geser dekstral WNW – ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang,
Saka, Pantai Selatan Lampung, Musi Lineament dan N – S trend.
Terjadi wrench movement dan intrusi granit berumur Jurasik – Kapur.
Fase
tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar normal
dan sesar tumbuh berarah N – S dan WNW – ESE. Sedimentasi mengisi cekungan atau
terban di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api. Terjadi
pengisian awal dari cekungan yaitu Formasi Lahat.
- Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika. Yaitu terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim.
Fase
keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian
Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian tererosi,
sedangkan pada daerah yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya,
terjadi pengangkatan dan perlipatan berarah barat laut di seluruh daerah
cekungan yang mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatra Selatan.
Selain itu terjadi aktivitas volkanisme pada cekungan belakang busur.
Sistem Subduksi Sumatra
Pada
akhir Miosen, Pulau Sumatera mengalami rotasi searah jarum jam. Pada zaman
Pliopleistosen, arah struktur geologi berubah menjadi barat daya-timur laut, di
mana aktivitas tersebut terus berlanjut hingga kini. Hal ini disebabkan oleh
pembentukan letak samudera di Laut Andaman dan tumbukan antara Lempeng Mikro
Sunda dan Lempeng India-Australia terjadi pada sudut yang kurang tajam.
Terjadilah kompresi tektonik global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang
tepi barat Pulau Sumatera dan pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan pada zaman
Pleistosen.
Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut Andaman. Sebagai akibatnya, terbentuk tegasan yang berarah NNW-SSE menghasilkan patahan berarah utara-selatan. Sejak Pliosen sampai kini, akibat kompresi terbentuk tegasan yang berarah NNE-SSW yang menghasilkan sesar berarah NE-SW, yang memotong sesar yang berarah utara-selatan.
Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut Andaman. Sebagai akibatnya, terbentuk tegasan yang berarah NNW-SSE menghasilkan patahan berarah utara-selatan. Sejak Pliosen sampai kini, akibat kompresi terbentuk tegasan yang berarah NNE-SSW yang menghasilkan sesar berarah NE-SW, yang memotong sesar yang berarah utara-selatan.
Di
Sumatera, penunjaman tersebut juga menghasilkan rangkaian busur pulau depan
(forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias,
P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan
dengan jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif ’The Great Sumatera
Fault’ yang membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda
Aceh. Sesar besar ini menerus sampai ke Laut Andaman hingga Burma. Patahan
aktif Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas sentimeter per tahun
dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.
Penunjaman
yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak lurus terhadap
arah pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia. Lempeng Eurasia
bergerak relatif ke arah tenggara, sedangkan Lempeng India-Australia bergerak
relatif ke arah timurlaut. Karena tidak tegak lurus inilah maka Pulau Sumatra
dirobek sesar mendatar (garis jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Semangko.
Penunjaman
Lempeng India – Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau Sumatera. Adanya
penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian
timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai
yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih
berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan
menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga
bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur, gambut dan
bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang.
Sistem Sesar Sumatra
Di
pulau Sumatera, pergerakan lempeng India dan Australia yang mengakibatkan kedua
lempeng tersebut bertabrakan dan menghasilkan penunjaman menghasilkan rangkaian
busur pulau depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue,
P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian
pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif
’The Great Sumatera Fault’ yang membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk
Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus sampai ke Laut Andaman
hingga Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas
sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.
Di
samping patahan utama tersebut, terdapat beberapa patahan lainnya, yaitu: Sesar
Aneuk Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar Lhokseumawe, dan Sesar Blangkejeren.
Khusus untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dihimpit oleh dua patahan
aktif, yaitu Darul Imarah dan Darussalam. Patahan ini terbentuk sebagai akibat
dari adanya pengaruh tekanan tektonik secara global dan lahirnya kompleks
subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera serta pengangkatan Pegunungan
Bukit Barisan. Daerah-daerah yang berada di sepanjang patahan tersebut
merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah longsor, disebabkan oleh
adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang tinggi. Banda Aceh sendiri
merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak Pliosen, hingga terbentuk sebuah
graben. Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan sedimen, yang berpengaruh
besar jika terjadi gempa bumi di sekitarnya.
Penunjaman Lempeng India – Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang.
Penunjaman Lempeng India – Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang.
Sejarah
tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa
pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta
tahun lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan
relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar
lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng
India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter / tahun menurun
secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan
tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30 milimeter/tahun
pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983
dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang
mencolok sampai sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja,
1994). Proses tumbukan ini, menurut teori “indentasi” pada akhirnya
mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur
India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik (Tapponier dkk,
1982).
Keadaan
Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka
dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi.
Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum
tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga
bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera,
yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan struktur
sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak
selaras dengan pola penunjaman.
2.3
Seisme Pulau Sumatera
Gempa bumi tektonik Gempa
Bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran
lempeng-lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang
sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan
kerusakan atau bencana alam di Bumi, getaran gempa Bumi yang kuat mampu
menjalar keseluruh bagian Bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh pelepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti
layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba.
Penyebab Terjadinya
Di Aceh, gempa memang lebih sering disebabkan oleh aktivitas tektonik
di samudera. Namun, gempa daratan tak bisa diremehkan, gempa daratan dengan
magnitude yang
tak begitu besar saja bisa sangat merugikan bila tak diantisipasi.Gempa yang
berpusat di samudera memang bisa menimbulkan tsunami, tetapi gempa di daratan
juga bisa menimbulkan longsor yang dampaknya tak kalah parah. Ibnu mengatakan,
sejak 1892, telah terjadi gempa daratan dengan getaran mencapai VI MMI di
sepanjang sesar Sumatera.Selain itu, ada seismic gap, wilayah yang jarang
mengalami gempa, yang perlu diwaspadai. Untuk Aceh, ada tiga segmen yang wajib
diwaspadai, yaitu Tripa, Aceh, dan Seulimeum. Tak adanya gempa wajib diwaspadai
sebab sewaktu-waktu energi yang tersimpan di segmen itu bisa lepas menimbulkan
gempa.
Di wilayah Toba, terdapat sesar
aktif yang sudah selama 100 tahun belum melepaskan energinya.Ada pula seismic
gap di wilayah Musi, Sumatera Selatan.Patahan Sumatera telah dipelajari dan
dipetakan secara sistematis. Untuk meminimalkan dampak gempa, diperlukan
aplikasi dari hasil studi tersebut.
Dampak Terjadinya Gempa Bumi
Gempa bumi memiliki dampak
negatif bagi manusia diantaranya kerusakan berat pada tempat tinggal warga yang
bertempat tinggal ditempat kejadian. Terutama apabila gempa yang terjadi
memiliki kekuatan yang besar. Banyak dari korban bencana kehilangan tempat
tinggal dan tempat berlindung. Selain itu gempa yang menyebabkan banyaknya
bangunan yang runtuh akan mengakibatkan banyak korban jiwa berjatuhan akibat
tertindih bangunan.
Selain kerusakan fisik, gempa
juga memiliki dampak negative bagi psikologis korban yang mengalami bencana.
Beberapa dari korban juga akan mengalami trauma atas kejadian yang dialaminya.
Ini juga dapat berdampak bagi perekonomian negara karena secara tidak langsung
negara perlu mengeluarkan banyak biaya untuk mengatasi korban-korban bencana
alam baik dari pangan maupun sandang. Tenaga medis dan fasilitasnyapun sangat
diperlukan untuk mengatasi dampak dari bencana tersebut. Gempa juga dapat
mengakibatkan timbulnya gelombang besar tsunami apabila gempa tersebut hiposentrumnya
berada pada dasar laut dan memiliki kekuatan yang besar. Gelombang trunami
tersebut dapat merusak semua benda yang dilaluinya dan membawa semua
material-material kedalam.
2.4 Vulkanisme
Pulau Sumatera.
Erupsi
selama periode Pleistosen menghasilkan depresiVvolcano-Tektonik seperti Lembah
Suoh dan Danau Ranau di Sumatra Selatan, Danau Maninjau dan Danau Rinjani di
Sumatra Tengah, dan Danau Toba di Sumatra Utara. Penggkatan III pada periode
Plio-Pleitosen di Sumatra Utara antara Sungai Barumun dan Sungai Wampu
menghasilkan bentuk Dome yang dikenal dengan nama Batak Timor.
Bukit
Barisan mengalami penggkatan III di mana seharusnya sudah tidak vulkanis namun
terjadi pengaktifan kembali vulkanisme. Gaya tarik ke dasar laut yang dalam di
sebelah barat menyebabkan retakan-retakan yang memungkinkan magma masuk
menyusup lewat retakan tersebut. Akibatnya geantiklin patahan memanjang
disekitar slank membentuk Lembah Semangka yang bermula dari Teluk Semangkadi
Tenggara sampai Lembah Aceh di Barat Laut.
Di
dalam daerah Batak Timur ini terbentuk Danau Toba sebagai hasil
Volkano-Tektonik dari erupsi yang dialami Batak Timor. Pengangkatan Batak Timor
pada periode Plio-Pleistosen diikuti dengan erupsi hebat dengan ciri
nuee-ardente dan hembusan gas yang dahsyat. Tekanan gasnya demikian besar
sehingga materi yang dimuntahkan volumenya sekitar 2000 km3, menghasilkan gua
di bagian bawah pipa kepundan. Bahan erupsi Batak Timor sampai ke Malaka dalam
jarak 300-400 km, di mana tebal abu vulkanik sekitar 5 ft (1,5 m). Aliran lava
menutupi daerah seluas 20.000-30.000 km2 yang tebalnya sampai ratusan
meter.Sebagai akibat dari gaya berat atap gua yang terbentuk di bawah pipa
kepundan maka atap gua runtuh membentuk depresi yang kemudian terisi air
membentuk Danau Toba. Kemudian gaya dari dalam dapur magma mendorong runtuhan
tadi sehingga terungkit ke atas dan muncul di permukaan danau sebagai pulau.
Pada mulanya ketinggian permukaan air danau 1.150 m di atas permukaan laut,
tetapi karena erosi mundur yang dialami sungai Asahan mencapai danau Toba maka
drainasenya lewat sungai Asahan menyebabkan permukaan air danau turun hingga
ketinggian 906 m di atas permukaan laut.
Sebagaiman
telah disinggunga dimuka, pada periode Neogen (Mio-Pliosen) Sematra Timur
mengalami penurunan mencapai ribuan meter, kemudian terisi dengan sdimen marine
(Telisa & Lower Palembang stage) dan sedimen daratan (Middle & Upper
Palembang stage). Ketika terjadi pengangkatan III pada periode Plio-Pleitosen,
maka endapan di basin Sumatera Timur ini menderita tekanan gaya berat dari arah
Bukit Barisan. Gejala Compression di basin minyak sumatera Timur pada periode
Plio-Pleistosen akan dibicarakan secara berturut-turut mulai dari Sumatra
Selatan ke utara.
Indonesia
terletak pada pertemuan tiga lempeng aktif dunia, yaitu: lempeng
Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik yangmana kepulauan di
nusantara tersebut akan terus bergerak rata2 3-6cm bahkan 12cm per tahunnya,
yang saling berrtumbukan/berinteraksi.
Pulau
sumatera sendiri berada pada zona wilayah tumbukan antara lempeng
Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Gambar disamping berikut adalah visualisasi
kronologis dari pulau Sumatera (Isya N Dana, pakar Pusat Vulkanologi Dan
Mitigasi Bencana Geologi).
Pegunungan
Bukit Barisan adalah jajaran pengunungan yang membentang dari ujung utara (di
Nangroe Aceh Darusalam) sampai ujung selatan (di Lampung) pulau Sumatra. Proses
pembentukan pegunungan ini berlangsung menurut skala tahun geologi yaitu
berkisar antara 45 – 450 juta tahun yang lalu. Teori pergerakan lempeng
tektonik menjelaskan bagaimana pegunungan ini terbentuk.
Lempeng
tektonik merupakan bagian dari litosfer padat yang terapung di atas mantel yang
bergerak satu sama lainnya. Terdapat tiga kemungkinan pergerakan satu lempeng
tektonik relatif terhadap lempeng lainnya, yaitu apabila: 1] Kedua lempeng
saling menjauhi (spreading) ; 2] Saling mendekati (collision) ; 3] Saling geser
(transform).Tumbukan lempeng tektonik antara indian-australian plate dengan
eurasian plate terus bergerak secara lambat laun. Saat kedua lempeng
bertumbukan saling mendekati, bagian dari indian-australian plate berupa kerak
samudera yang memiliki densitas yang lebih besar tentu lebih berat tersubduksi
tenggelam jauh ke dalam mantel dibandingkan dengan kerak benua pada eurasian
plate di posisi pulau sumatera. Zona gesekan akibat gaya tekan dari tumbukan
tersebut menjadi begitu panas sehingga akan mencairkan batuan disekitarnya
(peleburan parsial). Kemudian batuan cair tersebut magm
naik lewat/menerobos/mendesak kerak dan berusaha keluar pada permukaan
dari lempeng di atasnya. Alhasil terbentuklah busur pegunungan bukit barisan di
bagian tepi eurasian plate, di pulau Sumatera, Indonesia J. satu manifestasinya
berupa puncak tertinggi pada gunungapi Kerinci, 3.805mdpl, di Jambi.
Bumi/Earth
terdiri atas 3bagian utama, yakni: litosfer (kerak bumi yang terdiri atas
lempeng samudera & lempeng benua, bertemperatur antara 30-50 derajat
Celcius), mantel (dikenal sebagai astenosfer, berupa pasta panas) & inti
bumi (solid core & liquid core, bertemperatur mencapai ribuan derajat
Celcius). Sederhananya adalah bahwa temperatur bumi semakin ke dalam relatif
semakin panas. Pergerakan lempeng tektonik muncul akibat dipicu oleh panas pada
inti bumi. Sehingga secara ilmiah/alamiah akan terjadi pergerakan materi panas
ke dingin atau “arus konveksi” yang mengakibatkan litosfer dibagian atas juga
ikut bergerak (baik spreading, collision, atau transform)
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pulau Sumatra, berdasarkan luas
merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut
ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas
dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang
melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif,
berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga
membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal
dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas dan landai dengan
pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat
Malaka, Selat
Bangka dan Laut
China Selatan.
Pulau Sumatera dicirikan oleh tiga sistem tektonik.
Berurutan dari barat ke timur adalah sebagai berikut: zona subduksi oblique
dengan sudut penunjaman yang landai, sesar Mentawai dan zona sesar besar
Sumatera. Zona subduksi di Pulau Sumatera, yang sering sekali menimbulkan gempa
tektonik, memanjang membentang sampai ke Selat Sunda dan berlanjut hingga selatan
Pulau Jawa. Subsuksi ini mendesak lempeng Eurasia dari bawah Samudera Hindia ke
arah barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa, dengan
kecepatan pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga ratusan tahun, dua lempeng
itu saling menekan. Namun lempeng Indo-Australia dari selatan bergerak lebih
aktif. Pergerakannya yang hanya beberapa millimeter hingga beberapa sentimeter
per tahun ini memang tidak terasa oleh manusia. Karena dorongan lempeng
Indo-Australia terhadap bagian utara Sumatera kecepatannya hanya 5,2 cm per
tahun, sedangkan yang di bagian selatannya kecepatannya 6 cm per tahun.
Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera yang miring posisinya ini lebih
cepat dibandingkan dengan penyusupan lempeng di selatan Jawa.
Di wilayah Toba, terdapat sesar
aktif yang sudah selama 100 tahun belum melepaskan energinya.Ada pula seismic
gap di wilayah Musi, Sumatera Selatan.Patahan Sumatera telah dipelajari dan
dipetakan secara sistematis. Untuk meminimalkan dampak gempa, diperlukan aplikasi
dari hasil studi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Annibale Mottana, et all, 1977;
"Rocks & Minerals", Simon and Schuster's, New York.
Bemmelen, R.W. Van, 1949, The
geology of Indonesia, Vol. IA. General Geology, Martinus Nijhoff, The Hague.
Kusnama, dkk., (1994), Peta Geologi
Lembar Tanjungpinang, Sumatera, Skala 1 : 250.000, P3G, Bandung.
Sinha R.K., 1982; "Industrial
Minerals" Mohan Primlani for Oxford & IBH Publishing co., New
Delhi.
J.D.
Bennet, D. McC. Bridge, N.R. Cameron, A. Djunuddin, S.A. Ghazali, D.H. Jeffery,
W. Kartawa, W. Keats, N.M.S. Rock, S.J. Thompson, R. Whandoyo, 1981, Peta Geologi Lembar Banda Aceh, Sumatera,
skala 1 : 250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar